BAB II Skripsi Pengaruh Dimensi Kualitas Layanan Terhadap Minat Menggunakan Ulang Jasa Leasing

Pengaruh-Dimensi-Kualitas-Layanan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Peneliti terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Oldy ardhana (2010) berjudul “Analisis Pengaruh Kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan dan lokasi terhadap loyalitas pelanggan (studi pada Bengkel Caesar Semarang). Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Oldy ardhana (2010) adalah untuk menganalisis pengaruh faktor kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan dan lokasi terhadap loyalitas pelanggan dalam memilih jasa perbaikan kendaraan bermotor. Responden yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 100 orang, metode yang digunakan adalah non probability sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebar kuesioner dan metode analisis data dilakukan dengan regresi linier berganda menggunakan software SPSS.

Hasil uji regresi menunjukkan bahwa variabel kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan dan lokasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan pada Bengkel Caesar Semarang. Dimana diperoleh nilai koefisien determinan sebesar 58,40% dan sisanya sebesar 41,60% dijelaskan diluar metode yang digunakan. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama–sama meneliti variabel kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan, lokasi dan loyalitas pelanggan serta sama- sama menggunakan analisis regresi linier berganda. Perbedaannya adalah pada objek penelitian dimana Oldy Ardhana dilakukan di jasa Bengkel Caesar Semarang sedangkan penelitian yang dilakukan mengambil objek penelitian di Warung Hotspot Kopi Kami.

Penelitian yang dilakukan oleh Partua Pramana Hamonangan Sinaga (2010) mengenai Analisis Pengaruh Kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan dan lokasi terhadap loyalitas pelanggan (Studi Kasus Pada Warnet Chamber Semarang). Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Partua Pramana Hamonangan Sinaga (2010) adalah untuk menganalisis pengaruh faktor kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan dan lokasi terhadap loyalitas pelanggan dalam memilih Warnet Chamber Semarang. Responden yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 98 orang, metode yang digunakan adalah non probability sampling, yaitu accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebar kuesioner dan metode analisis data dilakukan dengan regresi linier berganda menggunakan software SPSS.

Hasil uji regresi menunjukkan bahwa variabel kualitas pelayanan, kepuasan pelanggan dan lokasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan pada Warnet Chamber Semarang. Dimana diperoleh nilai koefisien determinan sebesar 71,90% dan sisanya sebesar 28,10% dijelaskan diluar metode yang digunakan. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama–sama meneliti variabel kualitas pelayanan dan loyalitas pelanggan serta sama-sama menggunakan analisis regresi linier berganda. Perbedaannya adalah pada objek penelitian dimana Partua Pramana Hamonangan Sinaga dilakukan di jasa Warnet Chamber Semarang sedangkan penelitian yang dilakukan mengambil objek penelitian di warung hotspot Kopi Kami.

2.2. Manajemen Pemasaran

Dalam kurun satu dasarwasa terakhir ini perusahaan-perusahaan manufaktur di seluruh dunia telah menganut konsep total kualitas manajemen (TQM). Total kualitas manajemen merupakan filsafat manajemen yang didasarkan atas ide-ide bahwa perusahaan yang berhasil akan secara terus menerus meningkatkan kualitas produk mereka dan kualitas tersebut didefinisikan sebagai hal yang sesuai dengan keinginan dari konsumen. Sehingga didalam era perdagangan global, maka persaingan dibidang pemasaran akan suatu produk begitu ketat sehingga untuk mendapatkan pangsa pasar sangatlah sukar bagi produsen. Persaingan ini ditambah dengan semakin sulitnya konsumen untuk memilih/menentukan produk yang akan dikonsumsi. Konsumen akan memilih produk yang mempunyai nilai lebih (value added) serta sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Teknologi yang semakin canggih serta persaingan yang cukup ketat di era perdagangan bebas dan globalisasi ini akhirnya melahirkan “The Informed Consumerd”, atau konsumen yang memiliki pengetahuan yang luas mengenai suatu produk, dan hal ini disebabkan karena kemajuan akan sarana informasi yang ada.

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial di mana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain (Kotler, 2001).

Definisi ini berdasarkan pada konsep inti, yaitu : kebutuhan, keinginan dan permintaan; produk, nilai, biaya dan kepuasan; pertukaran, transaksi dan hubungan; pasar, pemasaran dan pemasar. Adapun tujuan pemasaran adalah mengenal dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk cocok dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya. Idealnya pemasaran menyebabkan pelanggan siap membeli sehingga yang tinggal hanyalah bagaimana membuat produknya tersedia. Sedangkan proses pemasaran terdiri dari analisa peluang pasar, meneliti dan memilih pasar sasaran, merancang strategi pemasaran, merancang program pemasaran, dan mengorganisir, melaksanakan serta mengawasi usaha pemasaran.

Menurut Miller & Layton (2000) dalam Tjiptono (2005) pemasaran adalah merupakan sistem total aktivitas bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menetapkan harga, mempromosikan dan mendistribusikan produk atau jasa dan gagasan yang mampu memuaskan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kotler (1998) mengatakan bahwa pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan orang lain. Definisi pemasaran tersebut bersandar pada konsep inti : kebutuhan dan keinginan, permintaan, produk (barang, jasa dan gagasan), nilai biaya dan kepuasan, pertukaran dan transaksi, hubungan dan jaringan, pasar, pemasaran dan prospek.

Dalam pemasaran industri manufaktur, marketing mix tradisional (P4) telah banyak membawa kesuksesan perusahaan untuk mencapai tujuannya, tetapi dalam industri jasa marketing mix (P4) dimodifikasi dan dikembangkan menjadi P7 yakni : Product, price, place, promotion, people, phisical evidence, dan process . Zeithaml & Bitner (2004).

  1. Product, dapat berbentuk barang, jasa dan gagasan yang ditawarkan oleh perusahaan kepada pelanggan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Keputusan bauran produk meliputi penampilan fisik produk, tingkatan kualitas, asesoris, pembungkus line produk dan merek
  2. Price, harga atau nilai jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pelanggan. Keputusan bauran harga berkenaan dengan strategis dan taktis seperti fleksibel harga, tingkat harga, diskon, syarat pembayaran dan diferensiasi harga
  3. Promotion, cara yang digunakan oleh perusahaan untuk memperkenalkan barang/jasa yang dihasilkan kepada masyarakat. Keputusan bauran promosi meliputi berbagai metode untuk mengkonsumsi manfaat jasa kepada pelanggan potensial dan aktual. Metode promosi terdiri dari : periklanan, promosi penjualan, direct marketing, personal selling dan public relation
  4. Place, saluran distribusi yang digunakan oleh perusahaan dalam menyalurkan atau menyampaikan barang/jasa kepada para pembeli. Keputusan distribusi menyangkut tipe saluran distribusi, perantara, lokasi fisik, transportasi, pergudangan dan manajemen saluran
  5. People, orang yang merupakan salah satu unsur vital dalam bauran pemasaran baik sebagai produsen, pelanggan calon pelanggan maupun sebagai tenaga pemasaran
  6. Phisical evidence, karakteristik jasa tidak berwujud menyebabkan pelanggan potensial tidak dapat menilai suatu jasa sebelum membelinya sehingga resiko yang dipersepsikan konsumen dalam keputusan pembelian semakin besar. Untuk itu salah satu faktor penting dalam bauran pemasaran adalah upaya mengurangi resiko dengan jalan menawarkan bukti fisik dari karakteristik jasa
  7. Process, operasi jasa yang merupakan faktor penting bagi pelanggan
Adapun alasan yang mendasari pengembangan marketing mix tradisional P4 menjadi P7 dalam bidang pemasaran jasa adalah : (1). Karakteristik intangible pada jasa diabaikan, (2). Unsur harga mengabaikan fakta bahwa banyak jasa yang diproduksi oleh sektor publik tanpa pembebanan harga pada pelanggan akhir, (3). Bauran pemasaran tradisional juga merupakan arti pentingnya orang (people) baik sebagai produsen, pelanggan, calon pelanggan maupun tenaga pemasaran.

2.3. Jasa

2.3.1. Pengertian jasa

Jasa merupakan fenomena yang rumit (complicate), kata jasa mempunyai banyak arti dan ruang lingkup, dari kata yang paling sederhana yaitu berupa pelayanan dari seseorang kepada orang lain. Jasa adalah setiap tindakan atau aktivitas dan bukan benda, yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik), konsumen terlibat aktif dalam proses produksi dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.


2.3.2. Karakteristik jasa

Ada tiga karakteristik pokok pada jasa yang membedakannya dengan barang menurut griffin (1996) dalam Lupiyoadi dan Hamdani (2006:6). Ketiga karakteristik tersebut meliputi:

a. Intangibility (tak berwujud)

Artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli. Nilai penting dari hal ini adalah nilai tak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan atau kenyamanan.

b. Unstorability (tidak dapat disimpan).

Artinya jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga Inseparability (tidak dapat dipisahkan), mengingat pada uumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan.

c. Customization (kustomisasi)

Artinya jasa sering kali didesain khusus untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

Sedangkan karakteristik jasa menurut Lovelock dan Gummesson dalam (2005:22) ada empat karakteristik jasa diantaranya yaitu:

a. Intangibility

Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat, material atau benda. Maka jasa justru merupakan suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja, atau usaha (Berry, 1980). Bila barang dapat dimiliki maka jasa hanya dapat dikonsumsi tapi tidak dapat dimiliki. Esensi dari apa yang dibeli pelanggan adalah kinerja yang diberikan oleh pihak tertentu kepada pihak lainnya.

b. Heterogeneity/Variability/Inconsistency

Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized output, artinya terdapat banyak variabel bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa kapan dan di mana jasa tersebut diproduksi.

c. Inseparability

Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu, kemudian dijual, baru dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.

d. Perishability

Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang di waktu datang, dijual kembali atau dikembalikan.


2.3.3. Klasifikasi Jasa

Berdasarkan tingkat kontak konsumen, jasa dapat dibedakan ke dalam kelompok sistem kontak tinggi (high-contack system) dan sisitem kontak rendah (low-contact system). Pada kelompok sistem kontak tinggi, konsumen harus menjadi bagian dari sistem untuk menerima jasa. Contoh: jasa pendidikan, rumah sakit, dan transportasi. Sedangkan pada kelompok sistem kontak rendah, konsumen tidak perlu menjadi bagian dari sistem untuk menerima jasa. Contoh: jasa reparasi mobil dan jasa perbankan.

Berdasarkan kesamaannya dengan operasi manufaktur, jasa dapat dibedakan menjadi menjadi tiga kelompok: jasa murni, jasa semi manufaktur dan jasa campuran. Jasa murni merupakan jasa yang tergolong kontak tinggi, tanpa persediaan atau kata lain tampak berbeda dengan manufaktur. Sedangkan jasa semimanufaktur merupakan jasa yang tergolong kontak rendah, memiliki kesamaan dengan manufaktur, dan konsumen tidak harus menjadi bagian dari proses produksi jasa. Dan jasa campuran merupakan kelompok jasa yang tergolong kontak menengah, yaitu gabungan beberapa sifat jasa murni dan jasa semi manufaktur.


2.4. Kualitas jasa

2.4.1. Pengertian Kualitas Jasa

Nilai yang diberikan pelanggan, sangat kuat didasari oleh faktor kualitas jasa yang memenuhi spesifikasi-spesifikasinya.

Menurut Goetsh dan S.M davis dalam Tjiptono (2005:51) adalah: “Kualitas merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.” Menurut Kotler (2000:57), ”Kualitas adalah semua aktivitas untuk mempermudah pelanggan menghubungi pihak yang tepat dalam perusahaan, serta mendapatkan layanan, jawaban, dan penyelesaian masalah yang cepat dan memuaskan”.

Sedangkan menurut C.H Lovelock dalam Tjiptono (2005:260), Kualitas jasa merupakan tingkat keunggulan (excellence) yang diharapkan dan pengendalian atas keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.”

2.4.2. Mengelola Kualitas Jasa

Perusahaan jasa untuk tetap dapat unggul dalam bersaing salah satu caranya adalah memberikan jasa dengan kualitas yang lebih tinggi daripada pesaingnya secara konsisten. Hal ini dapat diwujudkan melalui pemahaman keinginan, kebutuhan, dan harapan pelanggan. Harapan pelanggan dibentuk oleh pengalaman masa lalunya, pembicaraan dari mulut ke mulut serta promosi yang dilakukan oleh perusahaan jasa, dan kemudian dibandingkan.

Parasuraman, Zeithaml, dan Berry yang dikutip dalam Kotler (2000:93) membentuk model kualitas jasa yang membahas syarat-syarat utama untuk memberikan model kualitas jasa yang diharapkan. Adapun model dibawah ini mengidentifikasikan lima kesenjangan (Gap) yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa, menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry yang dikutip dalam Payne (2000:273), yaitu:

1. Gap Harapan-Persepsi Manajemen

Perbedaan antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen mengenai harapan pelanggan. Dalam hal ini, pihak manajemen tidak selalu memahami benar apa yang menjadi keinginan para pelanggan. Hal ini biasa terjadi selama pihak manajemen menganggap tidak menerima umpan balik mengenai kualitas jasa yang buruk, maka pihak manajemen meyakini bahwa kinerja perusahaan telah memenuhi harapan pelanggan.

2. Gap Persepsi Manajemen-Harapan Kualitas Jasa

Perbedaan antara persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan dan spesifikasi kualitas jasa. Dalam hal ini, pihak manajemen mungkin benar dalam memenuhi keinginan pelanggan tetapi tidak menetapkan standar pelaksanaan yang spesifik. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya komitmen total pihak manajemen terhadap standar kualitas jasa perusahaan.

3. Gap Spesifikasi Kualitas Jasa-Penyampaian Jasa

Gap ini sangat penting bagi bidang jasa yang sistem penyampaiannya sangat bergantung pada sumberdaya manusia. Gap ini dapat terjadi apabila para personal karyawan mungkin tidak terlatih baik dan tidak mampu memenuhi standar.

4. Gap Penyampaian Jasa-Komunikasi Eksternal Pada Pelanggan

Perbedaan antara minat penyampaian jasa dan apa yang dikomunikasikan tentang jasa kepada pelanggan. Hal ini membentuk harapan di dalam diri pelanggan yang mungkin tidak terpenuhi. Gap ini dapat terjadi karena adanya harapan konsumen yang dipengaruhi oleh pernyataan para petugas perusahaan dan adanya pengaruh iklan-iklan perusahaan.

5. Gap Jasa Diharapkan-Jasa Yang Dipersepsikan.

Kesenjangan ini terjadi apabila terdapat perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan oleh pelanggan. Jika keduanya terbukti sama, maka perusahaan akan memperoleh dampak positif. Sebaliknya, bila yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.

2.4.3. Karakteristik Kualitas Jasa


Wilson (1982) menyatakan bahwa terdapat 4 karakteristik pokok pada jasa yang membedakannya dengan barang. Keempat karakteristik tersebut meliputi:

1. Tidak tampak (intangibility)

Jasa bersifat intangibility, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba atau didengar sebelum dibeli. Konsep intangibility ini sendiri meliputi dua pengertian (Enis dan Cox, 1988). Kedua pengertian tersebut adalah:
  • Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa.
  • Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan atau dipahami secara rohaniah.

2. Tidak terpisahkan

Suatu jasa tidak dapat dipisahkan dari sumber pmberinya. Pemberian jasa membuthkan kehadiran pemberi jasa, baik berupa alat atau manusia. Jadi produksi dan konsumsi terjadi bersama-sama dengan pemberian jasa.

3. Bervariasi (variability)

Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis bergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan.

4. Tidak tahan lama (perishability)

Jasa merupakan komoditas yang yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Ketidaktahanlamaan jasa tersebut tidak akan menjadi masalah jika permintaannya konstan. Tetapi kenyataanya, permintaan konsumen akan jasa sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh faktor musiman.

Dari keempat karakteristik utama jasa diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
  • Kualitas pelayanan lebih sulit dievaluasi dibandingkan dengan kualitas produk, sehingga kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas pelayanan menjadi lebih kompleks.
  • Konsumen tidak hanya semata-mata mengevaluasi kualitas pelayanan berdasarkan hasil akhir, melainkan juga mempertimbangkan proses pelayanannya.
  • Persepsi kualitas pelayanan timbul dari seberapa jauh pemberi jasa memberi pelayanan seperti yang diharapkan konsumen.

2.4.4. Dimensi kualitas Jasa

Dimensi persepsi kualitas jasa merupakan hal yang penting bagi pemberi jasa, karena menggambarkan kualitas apa saja yang dipersepsikan oleh konsumen dalam mengevaluasi sebuah usaha jasa. Banyak penelitian yang mengungkapkan dimensi persepsi kualitas jasa, antara lain penelitian oleh Lehtinen dan Lehtinen (1982) mengungkapkan bahwa dimensi kualitas jasa pada dasarnya terdiri dari kualitas fisik, citra atau reputasi perusahaan (kualitas perusahaan), dan interaksi antara karyawan dengan pelanggan (kualitas interaksi).

Penelitian lain yang mengungkapkan dimensi persepsi kualitas jasa adalah oleh Gronroos (1984) menyatakan bahwa persepsi kualitas jasa adalah fungsi dari apa yang diterima secara aktual oleh pelanggan (kualitas teknis), dan bagaimana cara layanan tersebut disampaikan (kualitas fungsional). Dimensi kualitas jasa yang lebih luas diperoleh dari temuan LeBlank dan Nguyen (1988), yang mengusulkan lima dimensi persepsi kualitas jasa, yaitu citra perusahaan, organisasi, pendukung fisik dari sistem operasinya, interaksi karyawan dengan pelanggan, dan kepuasan pelanggan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Valarie A. Zeithaml, A. Parasuraman dan Leonad L. Berry pada beberapa industri jasa telah diidentiiikasi sepuluh atribut jasa yang digunakan oleh pengguna jasa didaiam mengevaluasi dan rnemberikan penilaian terhadap kualirtas jasa, yang terdiri atas Tangibles, Reliability, Responsiveness, Competence, Acces, Courtesy, Communication, Credibility, Security, Understanding/Knowing the Customer. Kemudian dari kesepuluh atribut jasa tersebut terdapat beberapa atribut yang mengandung pengertian yang sama, sehingga ketiga ahli tersebut menggabungkan beberapa atribut yang terdiri atas Competence, Courtesy, Credibility dan Security menjadi Assurance dan menggabungkan Acces, Communication dan Understanding the Customer menjadi Empaty (Valerie, et al., 1990). Berdasarkan hasil penggabungan atas beberapa atribut yang mengandung pengertian yang sama, maka ketiga ahli tersebut menyusunnya ke dalam lima dimensi yang terdiri -dari:
  1. Bukti fisik (tangibles), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
  2. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan rnemberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
  3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan rnemberikan pelayanan dengan tanggap.
  4. Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
  5. Empati (empathy), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

Kualitas Jasa (service quality) dapat diukur dengan menggunakan lima dimensi. Kelima dimensi tersebut menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1985) dalam Tjiptono (2005) adalah:
  1. Bukti fisik (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
  2. Reliabilitas (reliability), kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.
  3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan untuk membantu para konsumen dan memberikan pelayan sebaik mungkin.
  4. Jaminan / keyakinan (assurance), yaitu pengetahuan dan kesopansantunan para pegawai perusahaan serta kemampuan menumbuhkan rasa percaya para konsumennya kepada perusahaan.
  5. Empati (empathy), meliputi kemudahaan melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan.
Kualitas pelayanan yang baik sering dikatakan sebagai salah satu faktor penting dalam keberhasilan suatu bisnis. Penelitian yang dilakukan oleh Dabholkar, et. al. (2000) dalam Tjiptono (2005) menyatakan bahwa kualitas jasa mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Maka, suatu perusahaan dituntut untuk memaksimalkan kualitas pelayanannya agar mampu menciptakan kepuasan para pelanggannya.

Konsep kualitas pelayanan merupakan faktor penilaian yang merefleksikan persepsi konsumen terhadap lima dimensi spesifik dari kinerja layanan. Parasuraman et al, 1990 (dalam Kotler, 2007:56) menyimpulkan bahwa ada lima dimensi ServQual (Service Quality) yang dipakai untuk mengukur kualitas pelayanan,yaitu :
  1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.
  2. Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
  3. Responsiveness atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.
  4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan.
  5. Emphaty, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen.
Untuk lebih menjelaskan pembahasan mengenai dimensi SerQual (Service Quality) maka di bawah ini dijabarkan secara mendetail mengenai kelima dimensi konsep Service Quality. Antara lain :

1. Tangible (hal-hal yang terlihat)

Adalah bukti fisik suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa.

Indikator yang dapat diukur dari tangible adalah sebagai berikut :

a. Penampilan luar fasilitas fisik perusahaan :
  • Kondisi gedung.
  • Kondisi sarana penunjang kegiatan sehari-hari.

b. Penampilan dalam perusahaan :
  • · Kondisi kebersihan.
  • · Suasana dalam gedung.
  • · Sirkulasi udara (ventilasi).
  • · Pencahayaan dalam ruangan.
  • · Jumlah loket yang tersedia.
  • · Poster, spanduk atau brosur sebagai sarana penunjang kegiatan perusahaan sehari-hari.

2. Reliability (kehandalan)

Dalam unsur ini, pemasar dituntut untuk menyediakan produk/jasa yang handal. Produk/jasa jangan sampai mengalami kerusakan/kegagalan. Dengan kata lain, produk/jasa tersebut selalu baik. Para anggota perusahaan juga harus jujur dalam menyelesaikan masalah sehingga pelanggan tidak merasa ditipu. Selain itu, pemasar juga harus tepat janji bila menjanjikan sesuatu kepada pelanggan. Sekali lagi perlu diperhatikan bahwa janji bukan sekedar janji, namun janji harus ditepati. Oleh karena itu, time schedule perlu disusun dengan teliti.

Indikator yang dapat diukur dari Reliability adalah sebagai berikut :
  • Memberikan pelayanan sesuai janji.
  • Melakukan pelayanan pada saat pertama.
  • Menyediakan pelayanan pada waktu yang dijanjikan.

3. Responsiveness (ketanggapan)

Restoran cepat saji Mc. Donald’s menggunakan jam pengukuran sebagai komitmen untuk melayani pelanggan dengan pelayanan cepat. Bila satu menit telah berlalu dan pelanggan belum menerima menu pesanan, maka pihak restoran akan memberikan bonus menu lain. Para anggota perusahaan juga harus memerhatikan janji spesifik kepada pelanggan. Unsur lain yang juga penting dalam hal cepat tanggap ini adalah anggota perusahaan selalu siap membantu pelanggan. Apapun posisi seseorang dalam perusahaan hendaknya selalu memerhatikan pelanggan yang menghubungi perusahaan.

Dalam hal ini bisa diartikan kemampuan menolong konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat. Indikator yang dapat diukur dari responsiveness adalah sebagai berikut:
  • Karyawan cepat tanggap terhadap jasa yang dibutuhkan pelanggan.
  • Pelayanan yang tepat pada pelanggan.
  • Keinginan untuk membantu pelanggan.
4. Assurance (Jaminan)

Pada saat persaingan semakin kompetitif, anggota perusahaan harus tampil lebih kompeten, artinya memiliki pengetahuan dan keahlian di bidang masing-masing. Faktor security, yaitu memberikan rasa aman dan terjamin kepada pelanggan merupakan hal yang penting pula. Dalam situasi banyak pesaing, sangatlah beresiko bila menipu pelanggan. Selain itu anggota perusahaan harus bersikap ramah dengan menyapa pelanggan yang datang.

Dalam hal ini perilaku para karyawan harus membuat konsumen tenang dan merasa perusahaan dapat menjamin jasa pelayanan yang dibutuhkan pelanggan.

Selain kedua faktor yang telah dijelaskan di atas, ada indikator dari pengukuran Assurance seperti yang terdapat di bawah ini :
  • Karyawan memberi tahu konsumen, apa pelayanan yang dibutuhkan konsumen dan akan dikerjakan.
  • Perilaku karyawan yang memberikan ketenangan bagi konsumen bahwa transaksi yang dilakukannya terjamin.

5. Empathy (Empati)

Untuk mewujudkan sikap empati, setiap anggota perusahaan hendaknya dapat mengelola waktu agar mudah dihubungi, baik melalui telepon ataupun bertemu langsung. Dering telepon usahakan maksimum tiga kali, lalu segera dijawab. Ingat, waktu yang dimiliki pelanggan sangat terbatas sehingga tidak mungkin menunggu terlalu lama. Usahakan pula untuk melakukan komunikasi individu agar hubungan dengan pelanggan lebih akrab. Anggota perusahaan juga harus memahami pelanggan, artinya pelanggan terkadang seperti anak kecil yang menginginkan segala sesuatu atau pelanggan terkadang seperti orang tua yang cerewet.

Dengan memahami pelanggan, bukan berarti anggota perusahaan harus “kalah” dan harus “mengiyakan” pendapat pelanggan, tetapi paling tidak mencoba untuk melakukan kompromi bukan melakukan perlawanan.

Hal ini menyangkut apa yang dirasakan konsumen ketika berkomunikasi dengan karyawan. Indikator pengukuran dari Emphaty seperti di bawah ini :
  • Karyawan memberi kesempatan bertanya pada pelanggan.
  • Karyawan memberi perhatian penuh saat berhubungan dengan pelanggan.
  • Karyawan memahami keperluan yang khusus dari pelanggan.
Elemen-elemen kualitas pelayanan yang telah disebutkan di atas, harus diramu dengan baik. Apabila tidak, hal tersebut menimbulkan kesenjangan antara perusahaan dan pelanggan karena perbedaan persepsi tentang wujud pelayanan yang diberikan mengalami perbedaan dengan harapan pelanggan.

Kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama menurut Gronroos dalam Tjiptono (2004:60) yaitu:

a. Technical quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output (keluaran) jasa yang diterima pelanggan. Pelayanan yang berhubungan dengan outcome pelayanan yang meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan peralatan yang digunakannya (teknologi), memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat, terpercaya, dan memuaskan. Menurut Parasuraman's technical quality dapat diperinci lagi menjadi:
  1. Search quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli, misalnya harga.
  2. Experience quality, yaitu kualitas yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah membeli atau mengkonsumsi jasa. Contohnya ketepatan waktu, kecepatan pelayanan, dan kerapian hasil.
  3. Credence quality, yaitu kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa. Misalnya kualitas operasi jantung.

b. Functional Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa. Merupakan sesuatu yang lebih banyak berhubungan dengan proses penyampaian atau bagaimana pelayanan diberikan kepada pelanggan. Yaitu meliputi penyampain informasi yang jelas, kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pengguna.

c. Corporate Image, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan reputasi dari produsen yang menyediakan jasa. Yaitu meliputi sopan santun dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh karyawan atau tenaga medis, bebas dari bahaya atau resiko atau keragu-raguan serta penampilan pegawainya.


2.5. Loyalitas Pelanggan

2.5.1. Pengertian Loyalitas Pelanggan

Sheth and Mittal (2004:400) merumuskan definisi loyalitas pelanggan dengan menggabungkan unsur sikap dan perilaku pembelian sebagai berikut : “Thus, customer loyalty is a customer’s commitment to a brand, store, or supplier based on a strong favorable attitude and manifested in consisten repatronage”. Pelanggan dikatakan loyal jika memiliki sikap positif terhadap merek tertentu.

Menurut Kotler (2005: 18),menyebutkan bahwa customer loyalty adalah suatu pembelian ulang yang dilakukan oleh seorang pelanggan karena komitmen pada suatu merek atau perusahaan.Beberapa faktor yang mempengaruhi suatu konsumen loyal, antara lain faktor harga: seseorang tentu akanmemilih perusahaan atau merek yang menurutnya menyediakan alternatif harga paling murah di antara pilihan-pilihan yang ada. Selain itu juga ada faktor kebiasaan: seseorang yang telah terbiasa menggunakan suatu merek atau perusahaan tertentu maka kemungkinan untuk berpindahkepilihan yang lain akan semakin kecil.

Pengertian tentang seorang pelanggan yang loyal menurut Griffin (1996: 31)

adalah pelanggan yang memiliki ciri-ciri antara lain melakukan pembelian secara berulang pada badan usaha yang sama, membeli lini produk atau jasa yang ditawarkan oleh badan usaha yang sama, memberitahukan kepada orang lain tentang keputusan-keputusan yang didapat dari badan usaha dan menunjukan kekebalan terhadap tawaran-tawaran dari badan usaha pesaing.

Loyalitas konsumen secara umum dapat diartikan kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa tertentu.Loyalitas konsumen merupakan maninfestasi dan kelanjutan dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasan pelayanan yang diberikan oleh pihak perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen dari perusahaan tersebut. Loyalitas adalah bukti konsumen yang selalu menjadi pelanggan, yang memiliki kekuatan dan sikap positif atas perusahaan itu. Dari beberapa pendapat di atas dapat di ketahui bahwa masing-masing pelanggan mempunyai dasar loyalitas yang berbeda, hal ini tergantung dari objektivitas masing-masing.

Generalisasi mengenai loyalitas tidak bisa dirumuskan, namun terdapat karakteristik umum yang biasa di definisikan apakah seorang konsumen mendekati loyalitas atau tidak, ada 4 hal yang menunjukkan kecenderungan konsumen yang loyal yaitu :
  1. Konsumen yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri pada pilihannya.
  2. Konsumen yang loyal berpeluang lebih tinggi dalam suatu pembelian.
  3. Konsumen yang loyal juga berpeluang lebih loyal terhadap toko.
  4. Kelompok konsumen yang minoritas cenderung lebih loyal terhadap merek. (Assael 1992:87)

2.5.2. Indikator Pengukuran Loyalitas Pelanggan


Konsep loyalitas pelanggan diukur dengan empat indikator yang menggambarkan sikap positif dan perilaku pembelian ulang yaitu :“1. Purchase intention, 2. Word-of-mouth, 3.Price sensivity, 4.Complaining behavior (Bua Hasanuddin, 2007).

Indikator pertama loyalitas pelanggan adalah persepsi pelanggan tentang purchase intention yaitu keinginan pelanggan yang kuat untuk melakukan pembelian atau transaksi ulang ulang produk/jasa pada perusahaan yang sama di masa yang akan datang. Perilaku pelanggan yang loyal sebenarnya adalah ditunjukkan dengan adanya keinginan yang kuat untuk melakukan pembelian ulang produk/jasa pada perusahaan yang sama.

Indikator kedua pengukuran loyalitas pelanggan adalah persepsi pelanggan tentang word-of moutht. Word of mouth yang dimaksud adalah pelanggan menceritakan kebaikan dan memberi rekomendasi perusahaan kepada orang lain. Pelanggan dikatakan loyal jika bersedia menceritakan dan memberi rekomendasi kepada orang lain. Semakin banyak kali menceritakan kebaikan perusahaan kepada orang dan memberi rekomendasi kepada orang lain maka semakin tinggi pula loyalitas pelanggan.

Indikator ketiga pengukuran loyalitas pelanggan adalah persepsi pelanggan tentang price sensivity. Price sensivity yang dimaksud adalah pelanggan tidak terpengaruh dengan tawaran harga yang lebih rendah dari pesaing atau menolak tawaran produk perusahaan saingan. Tawaran pesaing dapat berupa bunga yang tinggi, potongan harga, hadiah dan sebaginnya.

Indikator keempat pengukuran loyalitas pelanggan adalah persepsi pelanggan tentang complaining behavior. Complaining behavior yang dimaksud adalah perilaku pelanggan tanpa merasa canggung dan enggan menyampaikan komplain/keluhan kepada pihak perusahaan dimasa yang akan datang karena telah terbangun hubungan (relationship) yang harmonis yang bersifat kekeluargaan antara pelanggan dan pihak perusahaan.

2.6. Kerangka Pemikiran

Loyalitas pelanggan merupakan suatu proses pemilihan produk yang dilakukan konsumen secara terus menerus dengan tidak tergoda oleh produk lain yang sejenis. Keputusan konsumen untuk membeli suatu produk secara terus menerus juga merupakan proses yang diawali dengan munculnya suatu masalah yang harus dipecahkan oleh konsumen. Melalui proses pencarian informasi, mengevaluasi, baru selanjutnya diputuskan oleh pembeli dan pada akhirnya akan muncul perilaku setelah pembelian.

Dalam rangka menganalisis loyalitas konsumen terhadap suatu produk, khususnya di Warung Hotspot Kopi Kami, maka perlu dianalisis beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut ini antara lain adalah Kualitas jasa. Selanjutnya untuk mengetahui seberapa kuat faktor-faktor ini mempengaruhi perilaku konsumen dalam melakukan pembelian makanan pada Warung Hotspot Kopi Kami, yang kemudian akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan menggunakan uji F dan uji t. hasil analisis ini nantinya akan menjadi bahan informasi bagi pengelola (developer) Warung Hotspot Kopi Kami dalam rangka menyediakan produk yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan konsumen.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema 2.1 sebagai berikut :

Skema 2.1.

Bagan Kerangka Pemikiran



Pengaruh-Dimensi-Kualitas-Layanan


2.7. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan kajian pustaka yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: kualitas jasa berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan pada Warung Hotspot Kopi Kami.

Demikian uraian BAB II Tinjauan Pustaka Skripsi Pengaruh Dimensi Kualitas Layanan Terhadap Minat Menggunakan Ulang Jasa Leasing.

Silahkan masuk ke BAB III Metode Penelitian...

Sekian dan Wassalam...


0 Response to "BAB II Skripsi Pengaruh Dimensi Kualitas Layanan Terhadap Minat Menggunakan Ulang Jasa Leasing"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel