Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah

Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah - Produk penyaluran dana kepada masyarakat atau pada bank syariah disebut juga dengan pembiayaan. Pembiayaan pada bank syariah dapat terbagi menjadi beberapa jenis yang salah satunya adalah pembiayaan jual beli. Pembiayaan jual beli terdiri terdiri dari pembiayaan murabahah, salam dan Istishna. Namun pembiayaan yang akan dibahas kali ini adalah pembiayaan murabahah.

Pasal 9 ayat 1 huruf d UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "Akad murabahah" adalah Akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga beli kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.

Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK No. 102 (2009) mendefinisikan murabahah sebagai berikut:
"Menjual barang dengan harga jual sebesar harga perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang tersebut kepada pemilik".

Yusak Laksmana (2009:24) mengemukakan bahwa Murabahah adalah pembiayaan jual-beli di mana penyerahan barang dilakukan di awal akad. Bank menetapkan harga jual barang yaitu harga pokok perolehan barang ditambah sejumlah margin keuntungan bank. Harga jual yang telah disepakati di awal akad tidak boleh berubah selama jangka waktu pembiayaan.

Selanjutnya menurut Sri Nurhayati (2009:160) menyatakan bahwa murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

Sedangkan Ascarya (2008:81) memberikan pengertian murabahah berikut ini: "Murabahah adalah istilah dalam Fikih Islam yang berarti suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang diinginkan".

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembiayaan murabahah adalah pembiayaan dengan prinsip jual beli suatu barang dengan mengungkapkan harga pokok pembelian dan menambah tingkat margin yang telah ditetapkan oleh bank dan disetujui oleh pembeli.

Akad murabahah adalah sesuai dengan syariah karena merupakan transaksi jual beli di mana kelebihan dari harga pokoknya merupakan keuntungan dari penjualan barang. Sangat berbeda dengan praktik riba di mana nasabah meminjam uang sejumlah tertentu untuk membeli suatu barang kemudian atas pinjaman tersebut nasabah harus membayar kelebihannya dan ini adalah riba.

Menurut ketentuan syariah, pinjaman uang harus dilunasi sebesar pokok pinjamannya dan kelebihannya adalah riba, tidak tergantung dari besar kecilnya kelebihan yang diminta juga tidak tergantung kelebihan tersebut nilainya tetap atau tidak tetap sepanjang waktu pinjaman. (Sri Nurhayati: 2009).

Jenis Murabahah

Jenis Murabahah menurut Sri Nurhayati (2009:163), dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
  1. Murabahah dengan pesanan
  2. Murabahah tanpa pesanan
Adapun penjelasan dari kedua jenis murabahah di atas adalah sebagai berikut:

1) Murabahah berdasarkan pesanan

Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah berdasarkan pesanan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: a). Bersifat mengikat, yaitu apabila telah dipesan maka harus dibeli; b). Bersifat tidak mengikat, yaitu walaupun nasabah telah memesan barang, tetapi nasabah tidak terikat, nasabah dapat menerima atau mengembalikan barang tersebut.

2) Murabahah tanpa pesanan

Maksudnya, ada yang pesan atau tidak, ada yang beli atau tidak, bank syariah menyediakan barang dagangannya. Penyediaan barang tidak terpengaruh langsung dengan ada tidaknya pembeli.

Syarat Pembiayaan Murabahah

Menurut Usmani yang disadur oleh Ascarya (2008:83) terdapat beberapa syarat pokok murabahah, antara lain sebagai berikut:
  1. Murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli ketika penjual secara eksplisit menyatakan biaya perolehan barang yang akan dijualnya dan menjual kepada orang lain dengan menambahkan tingkat keuntungan yang diinginkan.
  2. Tingkat keuntungan dalam murabahah dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama dalam bentuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya.
  3. Semua biaya yang dikeluarkan penjual dalam rangka memperoleh barang, seperti biaya pengiriman, pajak, dan sebagainya dimasukkan ke dalam biaya perolehan untuk menentukan harga agregat dan margin keuntungan didasarkan pada harga agregat ini. Akan tetapi, pengeluaran yang timbul karena usaha, seperti gaji pegawai, sewa tempat usaha dan sebagainya tidak dapat dimasukkan ke dalam harga untuk suatu transaksi. Margin keuntungan yang diminta itulah yang mengcover pengeluaran-pengeluaran tersebut.
  4. Murabahah dikatakan sah hanya ketika biaya-biaya perolehan barang dapat ditentukan secara pasti. Jika biaya-biaya tidak dapat dipastikan, barang/komoditas tersebut tidak dapat dijual dengan prinsip murabahah.
Rukun dan Ketentuan Akad Murabahah

Rukun dan ketentuan akad murabahah,yaitu (Sri Nurhayati:165,2009):

1) Pelaku

Pelaku cakap hukum dan baligh (berakal dan dapat membedakan), sehingga jual beli dengan orang gila menjadi tidak sah, sedangkan jual beli dengan anak kecil dianggap sah, apabila se-izin wali-nya.

2) Objek jual beli, harus memenuhi:
  1. Barang yang diperjualbelikan adalah barang halal.
  2. Barang yang diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya atau memiliki nilai.
  3. Barang tersebut dimiliki oleh penjual.
  4. Barang tersebut dapat diserahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu dimasa depan.
  5. Barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat diidentifikasi.
  6. Barang tersebut dapat diketahui kuantitas dan kualitasnya dengan jelas.
  7. Harga barang tersebut jelas.
  8. Barang yang diakadkan ada ditangan penjual.

3) Ijab Kabul

Ijab qabul yaitu pernyataan ekspresi saling ridho/rela diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern. Apabila jual beli telah dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah maka kepemilikannya, pembayarannya dan pemanfaatan atas barang yang diperjualbelikan menjadi halal.

Prosedur Pembiayaan Murabahah

Prosedur pembiayaan murabahah dapat dilihat gambar berikut:
Keterangan:
  1. Bank dan nasabah melakukan akad pembiayaan jual-beli atas suatu barang, dalam akad ini bank bertindak sebagai penjual dan nasabah berlaku sebagai pembeli.
  2. Bank melakukan pembelian barang yang diinginkan nasabah dari supplier/penjual dan dibayar secara tunai.
  3. Barang yang telah dibeli bank dikirim oleh supplier kepada nasabah.
  4. Nasabah menerima barang yang dibeli.
  5. Atas barang yang dibelinya, nasabah membayar kewajiban kepada bank secara angsuran selama jangka waktu tertentu.
Lebih lanjut, Ascarya (2008:237) menguraikan prosedur pembiayaan murabahah dengan urutan di bawah ini:
  • Pada setiap permohonan murabahah baru, bank per ketentuan internal diwajibkan untuk menerangkan esensi dari pembiayaan murabahah serta kondisi penerapan-nya. Hal yang wajib dijelaskan antara lain meliputi : esensi pembiayaan murabahah sebagai bentuk jual beli antara bank dan nasabah, definisi dan terminologi, terms and conditions, dan tata cara implementasi-nya.
  • Bank wajib meminta nasabah untuk mengisi formulir permohonan pembiayaan murabahah, dan pada formulir tersebut wajib di informasi-kan: a) Jenis dan spesifikasi barang yang ingin dibeli; b) Perkiraan harga barang dimaksud; c). Uang muka yang dimiliki; dan d). Jangka waktu pembayaran.
  • Dalam memproses permohonan pembiayaan murabahah dimaksud bank wajib melakukan analisis mengenai : a)Kelengkapan administrasi yang diisyaratkan; b). Aspek hukum; c). Aspek personal; d). Aspek barang yang akan diperjualbelikan; dan e). Aspek keuangan.
  • Bank menyampaikan tanggapan atas permohonan dimaksud sebagai tanda adanya kesepakatan pra akad.
  • Bank meminta uang muka pembelian kepada nasabah sebagai tanda persetujuan kedua pihak untuk melakukan murabahah.
  • Bank harus melakukan pembelian barang kepada supplier terlebih dahulu sebelum akad jual beli dengan nasabah dilakukan.
  • Bank melakukan pembayaran langsung kepada rekening supplier.
  • Pada waktu penandatanganan akad murabahah antara nasabah dan bank, pada kontrak akad tersebut wajib diinformasikan: a). Definisi dan esensi pembiayaan murabahah, b). Posisi nasabah sebagai pembeli dan bank sebagai penjual, c). Kepemilikan barang oleh bank yang dibuktikan oleh dokumen pendukung, d). Hak dan kewajiban nasabah dan bank, e). Barang yang diperjualbelikan harus merupakan objek nyata (physical asset), f. Harga pembelian dan marjin yang disepakati dan tidak dapat berubah, g). Jangka waktu pembayaran yang disepakati, h). Jaminan, i). Kondisi-kondisi tertentu yang akan memengaruhi transaksi jual beli tersebut (terms and conditions), j). Definisi atas kondisi force majeur yang dapat dijadikan sebagai dasar acuan bahwa bank tidak akan mengalami kerugian (dirugikan) oleh faktor-faktor yang bersifat spesifik, dan k). Lembaga yang akan berfungsi untuk menyelesaikan persengketaan antara bank dengan nasabah apabila terjadi sengketa.
  • Bank menyerahkan atau mengirimkan barang ke nasabah.
  • Bank wajib memiliki standar prosedur untuk menetapkan tindakan yang diambil dalam rangka rescheduling kewajiban yang belum terselesaikan.
Demikian uraian mengenai Pembiayaan Murabahah pada Bank Syariah. Semoga artikel ini dapat memberikan manfaat. Terima kasih telah berkunjung...

0 Response to "Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel